Komunikasi Antarbudaya

William B. Hart II berpendapat dalam Liliweri (2003) bahwa komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata akan tetapi merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.

Menurut Liliweri (2003) definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambah kata budaya ke dalam perkataan: komunikasi antara dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan. Dengan kata lain, komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.

Deddy Mulyana (2010) mengemukakan sejak awal peradaban saat manusia membentuk kelompok-kelompok (suku), komunikasi antarbudaya berlangsung setiap suatu kelompok bertemu kelompok lainnya. Sayangnya, tanpa adanya pengetahuan mengenai budaya orang lain, perbedaan di antara kelompok-kelompok ini sering ditanggapi dengan kecurigaan atau permusuhan.

Menurut Bennet dan Bennet dalam Mulyana (2010), kompetensi antarbudaya adalah kemampuan berkomunikasi efektif dalam situasi lintas budaya dan berhubungan layak dalam berbagai konteks budaya. Jadi diharapkan komunikasi antar budaya dapat membentuk Manusia Antarbudaya atau Manusia Multibudaya, yakni manusia yang memiliki kepekaan budaya, menghormati semua budaya, memahami apa yang orang lain pikirkan, rasakan, dan percayai, serta menghargai perbedaan antarbudaya (Mulyana, 2010)